Judul : TABIK-TABE-TABEA
link : TABIK-TABE-TABEA
TABIK-TABE-TABEA
Catatan Rudi Fofid-Jakarta
|
Saya pertama kali mengenal kata "Tabik" dalam naskah sandiwara Ken Arok dan Ken Dedes, dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia kelas IV SD tahun 1974. Karena kami bermain peran di depan kelas, maka saya hafal sekali kata "Tabik" dalam ungkapan "Tabik, tuan!" dan "Duli, tuanku!"
Lantas, karena dalam buku nyanyian Gereja Katolik ``Jubilate`` yang diterbitkan pertama kali oleh Percetakan Arnoldus Ende, Flores, tahun 1930, terdapat sebuah lagu, yang liriknya menggunakan kata ``tabik tinggi-tinggi``.
Tanpa memeriksa kamus WJS Poerwadarminta, waktu itu, saya menangkap kesan bahwa kata ``tabik`` adalah sebuah ``kata raja``. Apalagi, kami dulu menghafal kata-kata raja di depan kelas.
``Kita makan, raja santap
Kita mandi, raja bersiram
Kita mati, raja mangkat, dll``
Lantas, karena saya terbiasa mendengar percakapan orang tua-tua Evav, maka kata ``tabe`` (dan ``tabe hormat``) juga sekaligus tersimpan dalam memori. Orang-orang Evav memang selalu mengucapkan kata ``tabe`` baik dalam percakapan sehari-hari, maupun dalam seremoni adat.
Belakangan, saya mendengar kata tabe juga digunakan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Hanya, lagu bahasa ``tabe`` agak berbeda. Orang Evav menyebut ``tabe`` dengan lagu sebagaimana kita menyebut kata ``empat``, sedangkan di Sulawesi menyebut ``tabe`` dengan langgam seperti mengucapkan kata ``cabe``.
``Tabe`` dalam bahasa Evav bermakna ``salam`` atau ``hormat`` atau diucapkan secara dwi bahasa ``tabe-hormat!``
Di Ambon-Lease, dan Seram, kata ``tabea`` diucapkan dalam seremoni adat, dan jarang terdengar dalam percakapan sehari-hari.
Bila membandingkan Evav, Ambon, dan Sulawesi, maka ada perbedaan tipis dalam hal penggunaan dan makna kata. Orang Evav menggunakan kata ``tabe`` sebagai pernyataan pembuka dan penutup dalam sapa menyapa formal, lisan maupun tulisan.
Orang Ambon menggunakan kata ``tabea`` juga pada awal dan akhir pasawari, sambutan, orasi, surat, dalam makna ``Salam!`` Cara mengucapkan ``tabea`` dalam masyarakat Ambon lebih cendrung dengan pekik tegas.
"Selamat pagi, basudara semua. Tabea!"
"Beta mau beta beta punya sekapur sirih ini dengan katong punya salam khas, tabea!
Berbeda dengan Evav, atau Sulawesi yang mengucapkan ``tabe`` dengan bahasa tubuh yang merendah. Orang Sulawesi (Makassar, Buton) mengucapkan kata ``tabe`` dengan sikap membungkuk, merendah, menghormati. Makna "tabe" lebih pada kata "permisi, maaf" (lebih sepandan Bahasa Inggris Excuse me, dan bukan I am sorry).
Kembali pada kata ``tabik``, wiktionary memberi penjelasan bahwa:
``Kata tabik artinya "salam" atau "selamat tinggal". Kata ini berasal dari bahasa Sansekerta: kşantavya atau ksantawya. Dalam bahasa Sansekerta artinya ialah "maaf". Berhubung orang Melayu tidak bisa melafazkan bunyi /v/, maka bunyi ini menjadi /b/. Sehingga kata ini berubah menjadi ksantabya dan akhirnya menjadi santabe dan bahkan tabe atau tabik. Dalam makna tertentu, tabik juga berarti salam hormat (Jan Gonda, 1973, Sanskrit in Indonesia, halaman 640 dan selanjutnya).``
(https://id.wiktionary.org/wiki/tabik)`
Sementara itu, educalingo.com memberi pengertian yang lebih detail tentang pengertian ``tabik`` dalam Kamus Melayu:
``` Definition of tabik in the Malay dictionary
salute 1. congratulations, greetings, congratulations (morning, evening, night): then I give it a sound, "good morning, sir"; 2. deeds of honor (by means of lifting of hands etc.), respectful, respectful: the hard way, his twisted hand makes ~; 3. = sorry to ask (when doing something), ask for permission: if we are behind a sitting person, we should ask to do so; send ~ greetings; ask ~ a) apologize (when entering the sacred place etc); b) salute (when applying for self); The booklet Mn welcomes guests with respect; Berlans respect: in the mix the male man is no longer; to pay 1. salute; 2. Respect (in parade etc.), raise salutation: then raise their hand to them. http://bit.ly/2GqiV4Q
Nampaknya definisi ini merangkum seluruh pengertian yang melekat pada kata ``tabik`` (tabe, tabea). Persoalan kita sebenarnya bukan pada makna kata, melainkan pada seberapa sering kata ini digunakan. Apakah mengalami pergeseran makna dalam arti degradasi makna, atau bahkan politisasi makna sehingga sekelompok orang merasa enggan menggunakannya. Hal ini terutama di Kota Ambon, ketika istilah "tabea" digunakan sebagai jargon politik, dan akronim untuk TA-rus, BE-nahi A-mbon (Tabea).
Tulisan ini bukan lahir dari riset ilmiah nan mendalam, sehingga tentu tidak merangkum semua terapan dan serapan kata tabik-tabe-tabea. Penting dan perlu penelitian akademis yang luas sampai penggunaannya di berbagai etnis dan sub etnis. Mengapa kata ini begitu penting? Sebab kita tidak sekadar membicarakan kata, melainkan sedang membahas bahasa, dan yang lebih dalam lagi adalah budi bahasa. Di dalam budi bahasa, ada budi laku, budi pekerti, peri laku. Degradasi kata bisa seiring sejalan dengan degdarasi laku.
Terima kasih
Tabik tinggi!
Utan Kayu, 14 Februari 2019
Penulis adalah Redaktur Pelaksana Media Online Maluku Post
Sobat baru saja selesai membaca :
TABIK-TABE-TABEA
Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang TABIK-TABE-TABEA dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.
Telah selesai dibaca: TABIK-TABE-TABEA link yang gunakan: https://cepotpost.blogspot.com/2019/02/tabik-tabe-tabea.html