Judul : Korupsi, Suap, dan Pilkada
link : Korupsi, Suap, dan Pilkada
Korupsi, Suap, dan Pilkada
BLOKBERITA -- Belum lama ini, publik diramaikan dengan kasus penangkapan terhadap salah seorang Komisioner Komisi Pemilihan Umum dan Ketua Pengawas Panitia Pemilihan Umum Kabupaten Garut atas kasus gratifikasi atau suap untuk meloloskan salah satu pasangan calon bupati dan wakil bupati Garut. Mereka diduga telah menerima satu unit mobil dan sejumlah transfer terhadap rekening atas nama sendiri. Ini menjadi pukulan yang sangat keras bagi penyelenggara pemilu. Bagaimana tidak, di saat penyelenggara pemilu melakukan sosialisasi dan gencar deklarasi tolak money politics dan politisasi SARA serta deklarasi damai menjelang tahapan kampanye, di saat itu pula terdapat personel di tubuh penyelenggara pemilu melakukan tindakan yang mencemari proses demokrasi. Hal tersebut tentunya menjadi bahan evaluasi bagi penyelenggara pemilu bahwa integritas adalah poin penting yang perlu dijaga dengan baik, sekecil apa pun itu. Integritas sebagai sebuah reputasi, dalam konteks organisasi seseorang dapat dipercaya karena kejujurannya (Wasesa, 2011). Oleh karena itu, penyelenggara pemilu harus mampu menahan hawa nafsu untuk tidak tergoda pada hal yang membuat kesenangan sesaat dengan menggadaikan integritas, moralitas dan nilai asas penyelenggara pemilu. Dengan adanya kasus tersebut, kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemilu mengalami degradasi yang cukup signifikan. Karena, biasanya kasus kasus seperti ini akan menjadi bola liar dan adanya pengembangan kasus. Tidak menutup kemungkinan jika hal ini juga terjadi di daerah yang lain dan belum terungkap. Mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada penyelenggara pemilu, ini bukan hal yang mudah. Akan tetapi, ini menjadi tantangan besar bagi penyelenggara untuk melakukan upaya semaksimal dengan berbagai terobosan inovatif hingga kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara kembali meningkat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah penguatan integritas secara masif di internal penyelenggara serta membangun system yang transparan dengan melibatkan pengawasan seluruh elemen masyarakat. Dengan adanya keterbukaan akses dan transparansi informasi yang akurat, ini akan memberikan pencerahan kepada masyarakat. Mereka akan semakin mudah untuk ikut terlibat menjadi pengawas partisipatif dan melaporkan seluruh dugaan pelanggaran yang terjadi baik dilakukan oleh pasangan calon, partai politik ataupun penyelenggara pemilu itu sendiri. Kasus suap tersebut tentunya sangat berbahaya bagi keberlangsungan proses demokrasi yang sedang berlangsung. Bisa dikatakan bahwa suap tersebut terjadi dengan struktur dan sistematis, maka kemudian sanksi pidana diberikan kepada mereka yang sudah melakukan tindakan kotor. Semoga kasus ini merupakan yang pertama dan terakhir dalam catatan penyelenggaraan pilkada dan menjelang pemilu 2019. Apalagi KPU dan Bawaslu adalah punggawa dalam menentukan kualitas seorang pemimpin. Mereka adalah garda terdepan untuk mengawal proses demokrasi sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku. Internalisasi dan kepekaan Peter L Berger mengungkapkan bahwa internalisasi adalah proses pemaknaan atas suatu fenomena, realitas, konsep atau ajaran kepada tiap-tiap individu. Untuk mewujudkan penyelenggara yang berintegritas tentu tak hanya sekedar wacana belaka. Tapi bagaimana kemudian hal itu dapat diinternalisasikan dalam kehidupan yang nyata pada pelaksanaan pilkada? Berbagai program sosialisasi, deklarasi, kampanye damai, pendidikan pemilu yang selama ini dilakukan oleh penyelenggara, ternyata ini tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan kesadaran dan menjadikannya sebagai kebutuhan. Penyelenggara pemilu harus memiliki kepekaan tinggi. Peka ketika ada temuan serta laporan dugaan pelanggaran dari masyarakat dan menindaklanjutinya. Peka jika ada peserta pemilu yang tidak diberlakukan adil. Beberapa catatan dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terdapat adanya penyelenggara yang diberikan sanksi peringatan keras karena tidak menindaklanjuti dan lalai terhadap laporan dari masyarakat. Ini mengindinkasikan bahwa ditubuh penyelenggara pemilu terjadi krisis integritas. Jika keadaan ini dibiarkan dan terjadi sampai berlarut larut, maka jangan harap bisa terwujud pemimpin yang berkualitas. Menurut Agni Indriani (2015) ada 5 faktor yang dapat melemahkan integritas.Pertama, rendahnya nilai religiusitas, disiplin serta etika dalam bekerja serta adanya sifat tamak, egois dan mementingkan diri sendiri.
Kedua, tidak adanya goodwill serta keteladanan dari pemimpin untuk meningkatkan integritas. Keputusan pemimpin yang berlawanan dengan ketentuan perundang-undangan dapat menyebabkan runtuhnya integritas. Ketiga, sistem dan prosedur yang tidak transparan dan efektif. Keempat, struktur organisasi yang tidak sistematis, tidak memiliki tujuan yang jelas, tumpang tindih pembagian tugas dan adanya persaingan yang tidak sehat. Kelima, budaya kerja yang tidak mementingkan integritas. Mulai dari saat ini, masing-masing individu penyelenggara hendaknya berbenah diri dan intropeksi.
Sekali lagi, bahwa memprioritaskan kepentingan lembaga daripada kepentingan individu haruslah di atas segala-galanya. Penanaman internalisasi nilai pada asas penyelenggara harus segera dilakukan dengan penuh rasa tanggungjawab tidak hanya sekedar melaksanakan kewajiban. Baik di jajaran komisioner maupun sekretariat, harus mampu menjadi teladan bagi yang lainnya. Ciptakan lingkungan kerja yang kompetitif, tidak saling menyalahkan apalagi menjerumuskan terhadap hal yang bisa mencelakakan bersama. Terlebih, lembaga adhoc pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota akan dipermanenkan. Proses seleksi rekruitmen mulai dari KPU dan Bawaslu Provinsi diikuti KPU dan Bawaslu kabupaten/kota harus ekstra ketat dan selektif. Mengingat, jadwal rekruitmen yang dilakukan juga beririsan dengan tahapan pilkada dan Pemilu 2019. Dalam hal ini, tim seleksi harus memegang teguh asas independensi, profesionalitas, kredibilitas serta integritas yang tinggi. Jika pelaku utama demokrasi yaitu penyelenggara pemilu professional dan berintegritas, sudah dapat dipastikan bahwa pelaksanaan pemilihan kepada daerah akan berjalan secara adil dan demokratis. (kmpscom)
Oleh : Neni Nur Hayati / wakil ketua nasyiatul aisyiyah Tasikmalaya.
Sobat baru saja selesai membaca :
Korupsi, Suap, dan Pilkada
Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Korupsi, Suap, dan Pilkada dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.
Telah selesai dibaca: Korupsi, Suap, dan Pilkada link yang gunakan: https://cepotpost.blogspot.com/2018/03/korupsi-suap-dan-pilkada.html