Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara?

Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara? - Hai Apa kabar Sobat pembaca CEPOT POST?, Cepot harap kabar Sobat baik-baik saja dan tak kurang suatu apa ya.. hehehe.. di kesempatan yang baik ini kita akan mengupas post dengan judul: Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara?, dan sepertinya post kali ini layak dimasukan dalam kategori Artikel Berita, Artikel Indonesia, Artikel Kabar, Artikel Politik, Artikel Update, Nah biar gak kelamaan, yuk langsung kita simak saja.

Judul : Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara?
link : Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara?

Baca juga


Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara?

BLOKBERITA, JAKARTA -- Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.

Namun, Abdul mengungkapkan bahwa pengembalian kerugian negara bisa berpengaruh terhadap besar atau kecilnya hukuman yang diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Bila kasus Tipikor dihentikan atas dasar kesepakatan itu, maka kata Abdul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih kasus tersebut. "KPK sebagai lembaga suvervisi penanganan kasus Tipikor punya kewenangan mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain mengandung korupsi," kata dia. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik kesepakatan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) karena bertentangan dengan UU Tipikor. Rabu (28/2/2018) lalu, Kemendagri, Kejagung, Polri, dan APIP menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah.

Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus korupsi. "Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah," kata Tjahjo dalam keterangan resminya.

[bazz/kmps]
PAS.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
PAS.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
PAS.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
, KOMPAS.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya. Baca juga : Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi Bisa Tak Dipidana Namun, Abdul mengungkapkan bahwa pengembalian kerugian negara bisa berpengaruh terhadap besar atau kecilnya hukuman yang diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Bila kasus Tipikor dihentikan atas dasar kesepakatan itu, maka kata Abdul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih kasus tersebut. "KPK sebagai lembaga suvervisi penanganan kasus Tipikor punya kewenangan mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain mengandung korupsi," kata dia. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik kesepakatan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) karena bertentangan dengan UU Tipikor. Rabu (28/2/2018) lalu, Kemendagri, Kejagung, Polri, dan APIP menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah. Baca juga : Kembalikan Uang Tak Dipidana, Bentuk Toleransi kepada Korupsi Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus korupsi. "Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah," kata Tjahjo dalam keterangan resminya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril
, KOMPAS.com - Kesepakatan Kementerian Dalam Negeri dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), terkait penghentian perkara korupsi pejabat daerah yang mengambilkan uang korupsi, menuai kritik keras. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, kesepakatan itu berbahaya lantaran mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extra ordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja. "Berbahaya karena dipastikan akan melahirkan semangat 'korupsi dulu, kembalikan kalau ketahuan'," ujarnya kepada Kompas.com, Jakarta, Jumat (2/3/2017). Ia mengatakan, bila kasus Tipikor dihentikan lantaran kerugian negaranya dikembalikan, maka itu jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 4 Undang-undang Tipikor. Pasal tersebut menyatakan dengan gamblang bahwa pengembalian kerugian negara dalam kasus Tipikor tidak menghapuskan tindak pidananya. Baca juga : Asal Kembalikan Uang, Pejabat Daerah Terindikasi Korupsi Bisa Tak Dipidana Namun, Abdul mengungkapkan bahwa pengembalian kerugian negara bisa berpengaruh terhadap besar atau kecilnya hukuman yang diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Bila kasus Tipikor dihentikan atas dasar kesepakatan itu, maka kata Abdul, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil alih kasus tersebut. "KPK sebagai lembaga suvervisi penanganan kasus Tipikor punya kewenangan mengambil alih jika dalam penanganan korupsi oleh lembaga lain mengandung korupsi," kata dia. Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mengkritik kesepakatan Kementerian Dalam Negeri bersama dengan Kejaksaan Agung, Polri dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) karena bertentangan dengan UU Tipikor. Rabu (28/2/2018) lalu, Kemendagri, Kejagung, Polri, dan APIP menandatangani kesepakatan bersama dalam penanganan aduan korupsi di daerah. Baca juga : Kembalikan Uang Tak Dipidana, Bentuk Toleransi kepada Korupsi Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, perkara korupsi oknum pejabat pemerintahan daerah bisa diberhentikan bila pejabat tersebut mengembalikan uang korupsinya. Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, kesepakatan itu tidak ditujukan untuk melindungi tindak pidana korupsi atau membatasi aparat hukum dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus korupsi. "Pendekatannya adalah mengedepankan hukum administrasi sehingga penanganan pidana merupakan ultimum remedium (upaya akhir) dalam penanganan permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah," kata Tjahjo dalam keterangan resminya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya! Korupsi Dulu, Kembalikan kalau Ketahuan ", https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09455721/bahaya-korupsi-dulu-kembalikan-kalau-ketahuan.
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Sabrina Asril


Sobat baru saja selesai membaca :

Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara?

Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara? dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.

Telah selesai dibaca: Astagaa..! Koruptor akan Bebas Pidana Kalau Kembalikan Uang Korupsi ke Negara? link yang gunakan: https://cepotpost.blogspot.com/2018/03/astagaa-koruptor-akan-bebas-pidana.html

Subscribe to receive free email updates: