Pelayanan Publik Harusnya Simpatik

Pelayanan Publik Harusnya Simpatik - Hai Apa kabar Sobat pembaca CEPOT POST?, Cepot harap kabar Sobat baik-baik saja dan tak kurang suatu apa ya.. hehehe.. di kesempatan yang baik ini kita akan mengupas post dengan judul: Pelayanan Publik Harusnya Simpatik, dan sepertinya post kali ini layak dimasukan dalam kategori Artikel Berita, Artikel Daerah, Artikel Kabar, Artikel Maluku, Artikel Post, Artikel Update, Nah biar gak kelamaan, yuk langsung kita simak saja.

Judul : Pelayanan Publik Harusnya Simpatik
link : Pelayanan Publik Harusnya Simpatik

Baca juga


Pelayanan Publik Harusnya Simpatik

Oleh

Mertha Merlinda Yanuarty


Ketika kita memutuskan untuk menjadi pengguna jasa layanan, di saat itulah kita bisa merasakan secara langsung bagaimana pelayanan yang diberikan oleh petugas layanan. Pengguna jasa layanan ini adalah masyarakat secara luas. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 1 ayat 6, yang dimaksud dengan Masyarakat adalah seluruh pihak, baik warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan, kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pasal tersebut, tersirat bahwa manfaat pelayanan publik dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Namun, jika standar layanan tidak dipenuhi oleh petugasnya, maka manfaat tersebut tidak akan pernah dirasakan.

Petugas yang dimaksud dalam hal ini adalah pelaksana pelayanan publik. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Dalam melaksanakan tugasnya, pelaksana pelayanan publik harus bekerja sesuai standar pelayanan. Standar pelayanan ini dibuat untuk memudahkan masyarakat. Kendati demikian, alur layanan publik perlu disosialisasikan baik secara tertulis maupun lisan.

Di sekitar, kita sering menjumpai petugas layanan yang bersikap tidak ramah misalnya menunjukkan muka masam, tidak senyum, seakan tidak peduli, atau pun merasa enggan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Baik yang kita jumpai di instansi pemerintahan, BUMN, BUMD, maupun badan swasta lainnya yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN atau APBD. Ironis sekali memang, padahal petugas layanan ini sebenarnya adalah pelayan masyarakat. Tugasnya adalah melayani masyarakat karena dari masyarakat lah mereka ‘dihidupi’. Bagaimana bisa seorang pelayan masyarakat bersikap demikian padahal sumber dana untuk mengelola suatu pelayanan publik juga berasal dari masyarakat.

Masalah pribadi dari seorang petugas layanan, seperti halnya kelelahan, kurangnya tunjangan, dan gaji yang tidak sesuai kerap kali dijadikan alasan oleh mereka. Justru hal ini menunjukkan tidak profesionalnya seorang petugas layanan karena secara tidak langsung mencerminkan hati yang tidak ikhlas dalam bekerja. Selain itu, tidak profesionalnya seorang petugas layanan dikarenakan tidak mengimplementasikan standar operasional prosedur yang ditetapkan.

Akibat dari sikap petugas layanan yang tidak beretika tersebut membuat masyarakat pengguna jasa layanan menjadi jengkel, marah, dan merasa tidak dilayani dengan baik. Tidak hanya itu, masyarakat kalangan bawah pengguna jasa layanan merasa dipersulit dan beranggapan bahwa alur pelayanan sangatlah rumit. Persepsi inilah yang memicu masyarakat kalangan bawah ‘terpaksa’ menggunakan jalan pintas agar maksud dan tujuannya terpenuhi. Jalan pintas ini lah yang disalahgunakan oleh petugas layanan dengan melakukan praktik pungutan liar. Hal inilah yang menjadikan alur pelayanan tidak berjalan dengan semestinya.

Fenomena tersebut memang tidak dapat dipungkiri karena benar-benar terjadi. Solusi yang bisa ditawarkan atas permasalahan tersebut diantaranya perlu adanya pelatihan etika publik agar menumbuhkan nilai dan norma serta prinsip moral yang pada akhirnya akan membentuk etika publik yang berintegritas. Hal lain yang bisa ditawarkan adalah perlu menanggapi secara serius apa yang menjadi keluhan ataupun pengaduan dari pengguna jasa layanan melalui kotak saran yang disediakan. Percuma saja jika kotak saran disediakan tetapi pengelolaan pengaduan atau pun keluhan masyarakat tidak ditindaklanjuti. Saat solusi tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka diharapkan akan tumbuh empati dalam diri petugas layanan.

Boleh jadi standar operasional prosedur yang tidak dijalankan oleh petugas layanan secara berlarut-larut disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari pihak penyelenggara pelayanan publik. Namun, pengawasan internal dari penyelenggara pelayanan publik dirasa kurang efektif sehingga masyarakat tidak mempercayai sepenuhnya atas kinerja mereka. Dari sinilah diperlukan pengawasan eksternal guna menciptakan pelayanan publik yang baik. Fenomena beserta solusi yang ditawarkan haruslah menjadi perhatian kita bersama karena pelayanan publik tidak memandang materi, jabatan, kelas sosial, dan agama.

Di tengah pesimis memasyarakat terhadap pelayanan publik di Indonesia, Lembaga Ombudsman Republik Indonesia hadir untuk menjawabnya. Kehadirannya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di ibukota, melainkan Ombudsman hadir dengan perwakilan setiap provinsi di Indonesia. Keberadaan Ombudsman RI untuk membantu setiap pengaduan atau keluhan masyarakat luas terhadap pelayanan publik.


** Penulis: Pemerhati Pelayanan Publik


Sobat baru saja selesai membaca :

Pelayanan Publik Harusnya Simpatik

Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Pelayanan Publik Harusnya Simpatik dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.

Telah selesai dibaca: Pelayanan Publik Harusnya Simpatik link yang gunakan: https://cepotpost.blogspot.com/2017/03/pelayanan-publik-harusnya-simpatik.html

Subscribe to receive free email updates: