Judul : Keikhlasan yang Saya Punya Masih Level Bawah
link : Keikhlasan yang Saya Punya Masih Level Bawah
Keikhlasan yang Saya Punya Masih Level Bawah
Keikhlasan yang Saya Punya Masih Level Bawah |
"Bang Syaiha," kata salah satu member di komunitas online yang saya punya, One Day One Post, "kalau kita sedekah ada iringan atau keinginan agar pendapatan kita naik, apa jatuhnya malah nanti jadi nggak ikhlas ya?"
Pertanyaan ini muncul tidak lama setelah saya membagikan postingan tulisan kedua saya kemarin. Tentang turunnya pendapatan saya bulan April ini dan barangkali itu karena saya kurang bersedekah dan berbagi ke orang-orang.
Pasalnya, setiap kali saya memberi, Allah memang langsung membayar kontan. Cash! Tak lama saya bersedekah, selalu saja penjualan saya di bisnis online yang saya jalankan, meningkat tajam.
Mendapatkan pertanyaan demikian, saya kemudian mengetik pertanyaan balasan, "Lalu, apakah saya salah, jika saya bersedekah kepada Allah dengan harapan Allah akan memudahkan rejeki saya? Karena janji Allah kan memang demikian, "Bersedekahlah kalian, maka Aku," kata Allah, "akan memudahkan apa yang kalian inginkan. Satu kebaikan, akan Aku balas dengan 10 kebaikan atau bahkan lebih."
Salah satu member komunitas yang lain nimbrung dan berujar, "Nggak salah, Bang. Karena sebagai hamba Allah, kita memang harusnya hanya berharap kepada Allah saja. Yang salah adalah kalau kita bersedekah tapi inginnya dilihat manusia."
Bagi saya, melakukan ibadah kepada Allah lalu mengharapkan sesuatu itu bukan sebuah masalah. Asalkan mengharapnya masih ke Allah juga. Bukan mengharap kepada orang atau benda.
Misalnya, kita melakukan shalat karena takut akan siksa neraka dan ingin masuk ke surga. Boleh nggak? Boleh aja lah!
Tapi jatuhnya, shalat yang dilakukan bukan karena Allah dong? Tapi karena rasa takut akan siksa neraka dan keinginan untuk masuk ke surga. Ikhlas nggak tuh?
Ya nggak apa-apa. Karena shalat itu kan kewajiban. Allah sendiri yang menjanjikan, barang siapa yang mendirikan shalat dengan benar, maka ia akan dijauhkan dari siksa neraka dan mendapatkan balasan surga. Jadi kalau kita mendirikan shalat karena hal itu, yang memang Allah janjikan, sah-sah saja.
Sama seperti ketika ada orangtua berjanji begini ke anaknya, "Nak, kalau semester ini kamu bisa masuk 10 besar, nanti kamu Ayah belikan sepeda. Mau nggak?"
"Beneran, Yah?"
"Bener."
Lalu si anak, karena janji yang dilontarkan ayahnya itu, menjadi sangat rajin belajar dan benar saja, di akhir semester saat pembagian raport, ia masuk 10 besar. Juara satu, malah!
Selanjutnya, anak menagih janji ke Ayahnya. Salah nggak? Ya nggak dong. Kan emang sudah dijanjikan.
Lalu apakah itu ikhlas?
Bagi saya, itu ikhlas. Sah-sah saja. Cuma ini pendapat pribadi, bisa benar, bisa salah ikhlas itu, boleh jadi memang ada tingkatan-tingkatannya. Seseorang yang melakukan ibadah masih ada embel-embel mengharapkan sesuatu, walaupun sesuatu itu dijanjikan, mungkin masih berada pada level keikhlasan yang rendah.
Sama seperti contoh kasus anak yang rajin belajar tadi karena ingin masuk 10 besar dan mengincar untuk mendapatkan sepeda. Dia rajin belajar karena sesuatu, bukan karena kesadaran bahwa belajar adalah sebuah keharusan bagi setiap manusia agar wawasannya bertambah, keilmuannya meningkat, dan lebih bijak. Keiklasan pada level ini, yang masih mengharapkan sesuatu, walau ia boleh dan sah-sah saja, memang bisa berbahaya jika tidak ada imbalan yang akan didapatkan.
Sehingga walau ia boleh, ikhlas level rendah, kita yang menjalankan mau tidak mau harus terus belajar dan menyadari bahwa yang kita kerjakan adalah sebuah kebutuhan.
Kita shalat karena takut siksa dan ingin surga, bersedekah karena ingin mendapatkan rejeki yang lebih baik dan banyak, atau menjalankan ibadah lainnya karena ingin pahala dan jannahnya, maka itu sah-sah saja.
Tapi ke depan, seharusnya bukan karena ini terus kita melakukan sesuatu. Jauh lebih tinggi daripada itu, keikhlasan kita harusnya diupgrade menjadi lebih mulia, hanya karena Allah dan ingin ridhanya saja.
Ini berat. Apalagi untuk orang seperti saya yang keimanannya masih nanik turun.
Tapi ke depan, semoga saya dan anda, yang kebetulan membaca postingan ringan ini, bisa menjadi hamba Allah yang keikhlasannya luar biasa.
Demikian.
Sobat baru saja selesai membaca :
Keikhlasan yang Saya Punya Masih Level Bawah
Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Keikhlasan yang Saya Punya Masih Level Bawah dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.
Telah selesai dibaca: Keikhlasan yang Saya Punya Masih Level Bawah link yang gunakan: http://cepotpost.blogspot.com/2017/04/keikhlasan-yang-saya-punya-masih-level.html