Judul : Setelah Belanda, Turki "cubit" Jerman
link : Setelah Belanda, Turki "cubit" Jerman
Setelah Belanda, Turki "cubit" Jerman
Kanselir Jerman Angela Merkel (Retuers) |
Menurutnya, pemerintah Jerman memiliki hak untuk melarang kampanye Turki di negaranya, jika tidak mematuhi hukum.
Jerman frustrasi atas sikap terbuka Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang terang-terangan menuduh Berlin menerapkan “metode Nazi”.
Komentar Erdogan itu terkait larangan kampanye referendum konstitusi kepada warga Turki di Jerman.
“Tanpa alasan apapun saya minta Turki berhenti membandingkan Jerman dengan Nazi”, ujar Merkel.
Hubungan antara Turki, Jerman dan negara Eropa lainnya memburuk beberapa pekan terakhir, terlebih menjelang pemungutan suara referendum April mendatang.
Wakil Perdana Menteri Turki Numan Kurtulmus mengatakan, Turki sengaja menggunakan metafora “fasisme” karena khawatir negara Eropa melupakan sejarah dan akhirnya jatuh ke dalam perangkap Nazisme sekali lagi.
Namun Merkel menyayangkan sikap pemerintah Turki, padahal Kementerian Luar Negeri Jerman telah memberitahu Ankara mengenai komunikasi diplomatik yang “jelas”, atau “catatan verbal”.
Politisi Turki hanya bisa tampil di Jerman jika mematuhi hukum, yang secara eksplisit melarang perendahan pemerintah Jerman.
Jika undang-undang dilanggar, “pemerintah Jerman berhak mengambil semua langkah diperlukan, termasuk pemeriksaan ulang semua penampilan (pejabat Turki), sebagai bagian dari komunikasi diplomatik”, lanjut Merkel.
Juru bicara Merkel juga berkomentar: “Membandingkan Nazi dengan Jerman tidak dapat diterima dalam bentuk apapun".
Tuntutan Jerman ini bermula dari pidato Erdogan di Istanbul yang mengkritik Merkel.
“Merkel, sekarang anda menerapkan metode Nazi kepada saudara-saudara saya yang tinggal di Jerman, juga terhadap menteri dan anggota parlemen yang berkunjung ke sana. Apakah ini sesuai dengan etika politik? Misi anda bukan untuk mendukung organisasi teroris, tetapi untuk mengekstradisi mereka”, kata Erdogan.
Josef Schuster, presiden Dewan Pusat Yahudi di Jerman, menilai pembandingan Nazi yang dilakukan Turki merendahkan korban tewas Holocaust, serta mengalihkan perhatian dari ancaman nyata anti-Semitisme dan kaum sayap kanan.
"Selain itu, membandingkan Republik Federal Jerman dan Sosialisme Nasional (Nazi) itu tidak hanya menghina dan benar-benar salah, juga berarti meremehkan (dampak) teror Nazi”, katanya.
Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel, khawatir konflik akan berimbas pada warga keturunan Jerman dan Turki.
Anggota parlemen Jerman dari seluruh kelompok politik juga menyuarakan keprihatinan atas penyitaan paspor warga Turki di Jerman oleh konsulat Turki.
Menurut Stephan Mayer, seorang anggota konservatif, hal itu “tidak dapat diterima”, karena Turki telah menekan warganya melalui langkah-langkah itu.
"Itu bukan cara pemerintahan yang demokratis dalam memperlakukan warganya", ujarnya.
Seperti diketahui, isi amandemen konstitusi Turki tidak disukai oleh Eropa karena menguatkan posisi Presiden Turki.
Hubungan Uni Eropa-Turki merenggang sejak tahun lalu pasca kudeta gagal Juli 2016.
Turki menuding Eropa tidak bertindak jelas mengecam aksi kudeta berdarah itu. Sedangkan Uni Eropa menilai Ankara berlebihan membersihkan lawan Erdogan. (Reuters)
Sobat baru saja selesai membaca :
Setelah Belanda, Turki "cubit" Jerman
Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Setelah Belanda, Turki "cubit" Jerman dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.
Telah selesai dibaca: Setelah Belanda, Turki "cubit" Jerman link yang gunakan: http://cepotpost.blogspot.com/2017/03/setelah-belanda-turki-cubit-jerman.html