Judul : Hadirkan Kapolda dan Kapolresta, KNPB Gugat Penangkapan Anggotanya
link : Hadirkan Kapolda dan Kapolresta, KNPB Gugat Penangkapan Anggotanya
Hadirkan Kapolda dan Kapolresta, KNPB Gugat Penangkapan Anggotanya
Pertemuan para pihak terkait status tersangka makar anggota KNPB, Hosea Yeimo dan Ismael Alua, di Kapolresta Jayapura Sabtu (7/1/20167) – Foto: Zely Ariane |
Jayapura -- Hampir seluruh jajaran Kepolisian Resort Jayapura Kota (Polresta) yang dipimpin langsung oleh Kapolda Papua, Paulus Waterpauw, hadir dalam forum mediasi yang diinisiatifi oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat, Sabtu (7/1/2017) di ruang rapat Kantor Polresta Kota Jayapura.
Pertemuan itu diminta oleh pihak KNPB kepada Kapolda Papua guna mempertanyakan prosedur penangkapan dua anggota KNPB, Hosea Yeimo dan Ismail Alua, pada 19 September 2016 lalu, hingga dijadikan tersangka pasal makar oleh Kapolresta Jayapura Kota.
Warpo Wetipo, Ketua Diplomasi KNPB Pusat dalam kesempatan itu mengajukan protes terkait prosedur penangkapan dan penggeledahan, serta landasan kenapa kedua anggotanya dijadikan tersangka.
“Kami anggap penangkapan pada tanggal 19 Desember terlalu brutal karena tidak disertai surat penangkapan, melakukan penggeledahan serta menyita barnag-barang di kantor pusat kami tanpa ada surat penggeledahan. Kami juga heran kenapa dalam agenda yang sama peserta aksi lain dibebaskan tapi di Jayapura ada yang tetap di tahan? Kenapa Abepura tidak ada penahanan dan pembubaran, tapi Waena kok dibubarkan? Ada dibaik ini?,” ujar Warpo Wetipo yang sekaligus membuka forum tersebut.
Warpo juga menyoroti beberapa barang bukti yang diambil pihak kepolisian baik di sekretariat KNPB maupun di beberapa asrama saat terjadi penyisiran, yang menurut pihaknya tidak sinkron.
“Terkait barang bukti itu harus diperjelas, karena saat peristiwa di lapangan dan barang bukti yang diambil di asrama-asrama saat penggerebekan itu tidak sinkron, beda tempat, barang milik orang lain. Ini yang buat kita tidak puas dan ini perlu dijelaskan,” kata Warpo.
Hal senada dijuga dinyatakan oleh Agus Kossay, Ketua I KNPB terkait status hukum dan kondisi kedua anggotanya yang dijadikan tersangka itu.
“Kepada keluarga mereka dua bilang sakit, dan saya berharap tim penyelidik kepolisian perjelas situasi itu agar mereka mendapat penanganan serius. Kami juga tidak mengerti kenapa mereka berdua ditahan sementara yang lain dibebaskan, padahal seluruh kegiatan pada waktu itu dengan kepentingan dan koordinasi yang sama,” ujar Kossay.
Mewakili Koalisi pengacara HAM untuk Papua yang menjadi kuasa hukum Hosea Yeimo dan Ismael Alua, Mercy Waromi juga menganggap pihak kepolisian kota Jayapura sudah melanggar hukum dalam penetapan tersangka kedua orang tersebut.
“Kami melihat proses penangkapan dan penahanan ini tidak sah. Klien kami ditangkap dulu baru terbit surat penangkapan. Artinya surat penangkapan tidak bersama-sama dengan surat penahanan, prosedur itu tidak sesuai aturan UU,” ujar Mercy yang juga menambahkan bawah penyidik hanya mencantumkan pasa l makar tetapi tidak ada pasal penghasutan di surat penahanan, sementara di dalam keterangannya kepolisian menyatakan tersangka dikenakan pasar makar dan penghasutan.
Mercy juga meminta penyidik kepolisian memperhatikan kondisi kesehatan Ismail Alua yang sedang menderita Maag kronis agar segera dirujuk ke RS.
Klaim sesuai prosedur
Menanggapi gugatan pihak KNPB dan Tim Pengacara, pihak penyidik diwakili oleh Kasatreskrim Polresta Jayapura mengaku pihaknya sudah memenuhi prosedur hukum dalam penetapan tersangka Ismail dan Hosea.
“Keduanya ditangkap di depan Unit 5 saat melakukan aksi KNPB menolak Trikora pada dan mendorong ULMWP menjadi full member MSG. Mereka angga Trikora adalah hari pencaplokan Papua Barat melalui invasi militer yang mereka nyatakan dalam selebaran yang ditandatangani oleh Hosea Yeimo dan Agus Kossay,” ujar Kasatreskrim.
Dia menambahkan, salah satu penguat terkait pengenaan pasal makar adalah adanya orasi-orasi menolak Trikora, dan teriakan ‘Papua’ yang diikuti massa dengan sambutan “merdeka”. Selain itu juga ada unsur perencanaan dalam aksi 19 Desember tersebut.
“Aksi ini sebelumnya sudah direncanakan, buktinya saat tanggal 15 dan 17 ada rapat dipimpin bapak Agus Kossay di kantor pusat KNPB Unit 6 Rusunawa, sesuai bukti White Board dan keterangan saksi juga tersangka sendiri,” lanjutnya lagi.
Pasal primer yang dikenakan pada kedua tersangka disebutkannya adalah pasal 106 subsider 110, “lebih subsider lagi pasal 157 junto 87 dan junto 55 KUHP,” ungkap Kasatreskrim. Barang bukti yang digunakan adalah video orasi, bendera KNPB, 45 pamflet, toa dan selebaran.
Terkait alasan penetapan tersangka kedua orang tersebut, sementara dalam momen yang sama ribuan peserta aksi damai KNPB di beberapa kota tidak ada yang dijadikan tersangka, AKBP Tober Sirait mengatakan itu bukan kewenangannya memberi jawaban.
“Terkait kota-kota lain, mungkin Humas Polda yang bisa beri keterangan. Tetapi khusus di Jayapura Kota kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena memenuhi unsure, dan ini akan terus kami kembangkan,” ujar Sirait.
Menanggapi tidak adanya surat penangkapan dan penggeledahan, Yuvenalis Takamully, Wakapolres Jayapura Kota, mengklaim bahwa hal itu tetap sah dilakukan karena keadaan mendesak.
“Dalam keadaan mendesak kami bisa lakukan itu walau tidak ada surat perintah dan ijin pengadilan, pihak kepolisian punya kewenangan untuk itu dan diatur oleh UU no 8/1981 pasal 34,” bantahnya.
Dia juga mengklaim bahwa surat perintah penangkapan tidak mesti seiring surat perintah penahanan. “Itu kan penangkapan kami lakukan dulu baru diikuti (surat) penahanan, itu kan administrasi pendukung, itu bisa dilakukan,” ujarnya.
Pertemuan terbuka yang berlangsung hampir tiga jam tersebut dihadiri oleh tim pengacara HAM Hosea Yeimo dan Ismail Alua, dua anggota KNPB yang menjadi tersangka; wakil pimpinan KNPB Pusat, Warpo Wetipo dan Agus Kossay; pengacara HAM Anum Siregar, Ketua Komnas HAM Papua Frits Ramandey, orang tua kedua tersangk , serta perwakilan Sinode Kingmi.
Apresisasi Forum
Forum tersebut diinisiatifi oleh Warpo Wetipo, Ketua Diplomasi KNPB Pusat, guna meminta pertanggungjawaban pihak kepolisian terkait penangkapan kedua anggotanya hingga dijadikan tersangka.
Pertemuan yang dihadiri berbagai jajaran kepolisian itu terasa tidak lazim bisa terjadi tanpa prosedur yang berbelit-belit. Kapolresta Jayapura Kota di awal pembukaannya mengaku tidak tahu menahu pertemuan itu, tetapi Kapolda Papua dapat hadir secara langsung, pihaknya menindaklanjuti inisiatif KNPB tersebut.
“Saya tidak terlalu paham sebenarnya tujuan kedatangan rekan-rekan ini, tapi tadi malam pihak KNPB telpon saya, katanya mau berkunjung sekaligus mau menjenguk tahanan yang ada di Jayapura Kota. Kebetulan juga Bapak Kapolda bisa hadir di kesempatan yang luar biasa dan langka ini bagi kita semua,” demikian ungkap Kapolresta Jayapura, AKBP Tober Sirait saat membuka pertemuan siang itu.
Selain menjelaskan maksud pertemuan tersebut, Warpo Wetipo juga mengakui di awal pertemuan Warpo Wetipo bahwa inisiatif tersebut dilakukan tanpa undangan resmi, tetapi berlandaskan niat baik belaka.
“Ini hanya pakai SMS saja. Saya undang Komnas HAM, DPRP, gereja, keuskupan, Sinode GKI, Sinode Kingmi, Baptis, ALDP, pengacara, wartawan, orang tua keluarga Hosea dan Ismail serta teman-teman KNPB,” ujarnya.
Sementara Agus Kossay mengatakan bahwa bahwa forum tersebut sebetulnya sama sekali tidak diperlukan jika saja polisi menahan dirinya sebagai penanggung jawab utama kegiatan 19 Desember.
“Karena dua adik mahasiswa ini bukanlah penanggung jawab utama. Saya bertanggung jawab atas kegiatan 19 Desember,” ujarnya.
Kossay mengapresiasi kesediaan Kapolda menggelar pertemuan tersebut hingga bisa turut menghadirkan seluruh jajaran kepolisian kota Jayapura, termasuk Kapolsek Abepura. “Komunikasi ini sangat baik, tetapi kami juga dengan hormat menyatakan bahwa kami akan terus melanjutkan perlawanan damai seperti biasa,” ujarnya.
Pertemuan tersebut juga diapresiasi oleh Ketua Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey, yang mengatakan bahwa inilah forum kedua dimana Kapolda Papua menerima langsung aspirasi pihak KNPB.
Kapolda Papua, Paulus Waterpauw yang menindaklanjuti permintaan pertemuan pihak KNPB mengaku bahwa forum tersebut adalah bagian dari upaya perubahan dari pihak kepolisian
“Kami tidak boleh terkurung dalam subjektifitas kami sebagai aparat kepolisian yang berfikir hanya dengan subjektifitas kami, kami harus bicara dengan adek-adek yang mungkin berbeda cara pandang dengan kami,” ungkapnya.
Terkait perbedaan cara pandang dalam melihat persoalan politik, sejarah dan hukum, Warpo Wetipo di kesempatan itu menegaskan bahwa pihaknya tetap akan melakukan perjuangan terbuka karena baginya hal itu tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD Negara Indonesia.
“Selama pembukaan UUD 1945 belum dicabut, yakni kemerdekaan adalah hal segala bangsa, maka kami akan tetap melakukan perjuangan politik seperti yang kami lakukan selama ini dengan cara-cara damai. (*)
Posted by: Zely Ariane
Copyright ©Tabloid JUBI | Hubungi kami di E-Mail: tabloid.wani@gmail.com
Sobat baru saja selesai membaca :
Hadirkan Kapolda dan Kapolresta, KNPB Gugat Penangkapan Anggotanya
Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Hadirkan Kapolda dan Kapolresta, KNPB Gugat Penangkapan Anggotanya dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.
Telah selesai dibaca: Hadirkan Kapolda dan Kapolresta, KNPB Gugat Penangkapan Anggotanya link yang gunakan: http://cepotpost.blogspot.com/2017/01/hadirkan-kapolda-dan-kapolresta-knpb.html