Judul : Pakar Hubungan Internasional: Indonesia tidak Harus Menutupi Pelanggaran HAM di Papua
link : Pakar Hubungan Internasional: Indonesia tidak Harus Menutupi Pelanggaran HAM di Papua
Pakar Hubungan Internasional: Indonesia tidak Harus Menutupi Pelanggaran HAM di Papua
Benny Setianto, Pakar Hukum International dan Dosen senior Hubungan Internasional di salah satu Universitas ternama di Semarang. Foto: Pribadi. |
Pakar Hukum Internasional, Benny Setianto melalui telepon selulernya kepada Tabloid WANI hari Minggu 02/09/2016 mengatakan.
"Apa yang disampaikan oleh perwakilan Indonesia itu sah-sah saja karena tidak mungkin di iyakan, namun negara sebenarnya tahu berbagai persoalan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Papua" ujarnya.
Menurutnya, pernyataan Indonesia melalui di Sidang Majelis Umum PBB yang mengtatakan tidak adanya pelanggaran hak asasi manusia di Papua dan menuduh negara-negara Pasifik memiliki motif politik mendukung gerakan separatis serta terorisme di Papua adalah pernyataan yang sifatnya menutupi kejahatan yang dilakukan negara terhadap rakyat Papua.
Baca ini: (Pemuda Indonesia : Respon Indonesia di PBB itu Kebohongan yang Harus Dipertanyakan)
Benny Setianto mengatakan "Pelanggaran HAM berat di Papua terjadi sebelum PEPERA tahun 1961 dan setelah PEPERA 1969 kemudian hingga saat ini masih terus terjadi. Salah satu contohnya adalah kasus pembunuhan Theys H. Eluay sampai saat ini belum pernah diungkap, demikian juga dengan kasus-kasus lainnya" ungkap Benny.
Melihat hal tersebut, Benny Setianto yang merupakan salah satu pakar hukum International ini menganggap Negara tidak harus menutupi diri dengan pernyataan yang kontroversial seperti yang disampaikan oleh Nara Masista Rahmatia, sebagai perwakilan misi tetap Indonesia di PBB dan tanggapan dari Retno Marsudi, selaku Menteri Luar Negeri Indonesia yang lansir pada Metro Tv mengatakan.
Hal itu sangat tidak sesuai dengan fakta yang sedang terjadi di Papua. Sebagai pakar Hukum International yang juga lulusan terbaik The University of Nothingham di Inggris sangat paham tentang situasi politik Papua hingga saat ini.
Lihat: (UNPO Ungkap Kasus HAM Papua, Aceh dan Brasil ke PBB)
Menurut Beliau, sesaat perjuangan Timur Leste, Aceh dan Papua semakin sengit pada tahun 1989, dia (Benny) pernah ikut meneliti dan menganalisis atas ketiga wilayah berkonflik ini sewaktu melanjutkan studinya di Monash University, Australia. Sehingga konflik yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, Dia sangat memahami.
Baca ini: (Pemuda Indonesia : Respon Indonesia di PBB itu Kebohongan yang Harus Dipertanyakan)
Benny Setianto mengatakan "Pelanggaran HAM berat di Papua terjadi sebelum PEPERA tahun 1961 dan setelah PEPERA 1969 kemudian hingga saat ini masih terus terjadi. Salah satu contohnya adalah kasus pembunuhan Theys H. Eluay sampai saat ini belum pernah diungkap, demikian juga dengan kasus-kasus lainnya" ungkap Benny.
Melihat hal tersebut, Benny Setianto yang merupakan salah satu pakar hukum International ini menganggap Negara tidak harus menutupi diri dengan pernyataan yang kontroversial seperti yang disampaikan oleh Nara Masista Rahmatia, sebagai perwakilan misi tetap Indonesia di PBB dan tanggapan dari Retno Marsudi, selaku Menteri Luar Negeri Indonesia yang lansir pada Metro Tv mengatakan.
"Tidak mungkin di dalam satu negara dengan sistem demokrasi yang berfungsi penuh. Dengan rapor kita di bidang HAM, termasuk partisipasi aktif Indonesia di berbagai internasional di bidang HAM. Indonesia sudah menandatangani sembilan Konvensi tentang HAM, delapan sudah diratifikasi," tegasnya.
Hal itu sangat tidak sesuai dengan fakta yang sedang terjadi di Papua. Sebagai pakar Hukum International yang juga lulusan terbaik The University of Nothingham di Inggris sangat paham tentang situasi politik Papua hingga saat ini.
Lihat: (UNPO Ungkap Kasus HAM Papua, Aceh dan Brasil ke PBB)
Menurut Beliau, sesaat perjuangan Timur Leste, Aceh dan Papua semakin sengit pada tahun 1989, dia (Benny) pernah ikut meneliti dan menganalisis atas ketiga wilayah berkonflik ini sewaktu melanjutkan studinya di Monash University, Australia. Sehingga konflik yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia, Dia sangat memahami.
Walaupun jawaban yang bersifat defensit itu wajar, namun paling tidak harus ada upaya penyelesaian pelanggaran HAM yang selalu di diamkan oleh pemerintah Indonesia.
Hal serupa juga di sampaikan oleh Kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta Haris Azhar.
"Kasus pelanggaran HAM di Papua itu sudah banyak sehingga Negara segerah menyelesaikan" tegas Haris.
Sedangkan tanggapan dari Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth memberikan tanggapan bahwa "Diangkatnya isu HAM Papua di PBB oleh enam (6) negara Pasifik, menunjukan bahwa persoalan hak asasi manusia adalah masalah kemanusiaan global sehingga Indonesia sulit menghindari hal itu tanpa adanya upaya secara subtansif dengan perbaikan kondisi HAM Papua" ujar Ketua Tim Kajian Papua (LIPI).
Sementara Pemuda Indonesia melihat tanggapan oleh Indonesia di siding umum PBB tersebut merupakan suatu kebohongan yang harus dipertanyatakan. Dua dosen muda HI FISIF Universitas Pandjajaran Bandung yang juga sama-sama alumni Hubungan International Universitas Indonesia itu menganggap pernyataan Putri Indoensia di PBB itu sangat cepat tanpa data fakta. Hal ini perlu dipertanyakan, tegasnya seperti yang dilansir pada Media ini.
"Kasus pelanggaran HAM di Papua itu sudah banyak sehingga Negara segerah menyelesaikan" tegas Haris.
Sedangkan tanggapan dari Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana Elisabeth memberikan tanggapan bahwa "Diangkatnya isu HAM Papua di PBB oleh enam (6) negara Pasifik, menunjukan bahwa persoalan hak asasi manusia adalah masalah kemanusiaan global sehingga Indonesia sulit menghindari hal itu tanpa adanya upaya secara subtansif dengan perbaikan kondisi HAM Papua" ujar Ketua Tim Kajian Papua (LIPI).
Baca ini: (Jika Tuduhan Pasifik Keliru, Indonesia Diminta Menerima Kunjungan Pelapor Khusus PBB ke Papua)
Sementara Pemuda Indonesia melihat tanggapan oleh Indonesia di siding umum PBB tersebut merupakan suatu kebohongan yang harus dipertanyatakan. Dua dosen muda HI FISIF Universitas Pandjajaran Bandung yang juga sama-sama alumni Hubungan International Universitas Indonesia itu menganggap pernyataan Putri Indoensia di PBB itu sangat cepat tanpa data fakta. Hal ini perlu dipertanyakan, tegasnya seperti yang dilansir pada Media ini.
Posted by Otis Tabuni
Copyright ©Tabloid WANI
Sobat baru saja selesai membaca :
Pakar Hubungan Internasional: Indonesia tidak Harus Menutupi Pelanggaran HAM di Papua
Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Pakar Hubungan Internasional: Indonesia tidak Harus Menutupi Pelanggaran HAM di Papua dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.
Telah selesai dibaca: Pakar Hubungan Internasional: Indonesia tidak Harus Menutupi Pelanggaran HAM di Papua link yang gunakan: http://cepotpost.blogspot.com/2016/10/pakar-hubungan-internasional-indonesia_3.html