Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan

Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan - Hai Apa kabar Sobat pembaca CEPOT POST?, Cepot harap kabar Sobat baik-baik saja dan tak kurang suatu apa ya.. hehehe.. di kesempatan yang baik ini kita akan mengupas post dengan judul: Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan, dan sepertinya post kali ini layak dimasukan dalam kategori Artikel Berita, Artikel Daerah, Artikel Kabar, Artikel Maluku, Artikel Post, Artikel Update, Nah biar gak kelamaan, yuk langsung kita simak saja.

Judul : Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan
link : Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan

Baca juga


Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan

Ambon, Maukupost.com - Provinsi Maluku yang memiliki sumber daya alam berupa migas dan hasil laut yang melimpah tidak dapat keluar dari peringkat ke-4 termiskin di Indonesia, apabila hanya mengandalkan anggaran pendapatan belanja nasional (APBN) dari pemerintah pusat. Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Archipelago Solidarity Fondation (ARSO), Dipl Oek Engelina Pattiasina saat didaulat memberikan kuliah umum di Fakultas Pendidikan MIPA, Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, di Ambon, Selasa (1/11), tentang ” Maluku Pilihan Kemitraan Strategis”. Kuliah umum yang digelar di aula Rektorat lantai 2 Kampus Unpatti ini dihadiri Pembantu Rektor I Dr. Muhamad Riyad Uluputty,MP, Dekan Fakultas MIPA, Prof.Dr.Threse Laurens,S.Pd.M.Pd, Ketua Jurusan MIPA, Dr. Anderson L. Palinussa,S.Pd,M.Pd, serta staf pengajar dan sekitar 600 mahasiswa dari berbagai jurusan dan program studi. Selain Engelina, salah satu dosen Unpatti lainnya, Dr. M. Nur Matdoan, M.Pd, juga memaparkan tentang “Pembelajaran Sains Berbasis Kepulauan. Kuliah umum ini berlangsung menarik, dipandu moderator Stevi Melay,S.Pd.M.Si. Menurut Enggelina, besarnya anggaran yang didasarkan pada luas wilayah dan jumlah penduduk, dirasakan sangat tidak adil bagi Maluku, yang memiliki luas laut lebih besar dibandingkan daratan. Potret Kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan di Maluku, hanya bisa diatasi lewat dorongan pemanfaatan Blok Gas Abadi Masela dan blok Migas lainnya, yang sudah pasti dapat menjadi sumber pemasukan bagi negara dan juga bagi Maluku. “Untuk itu, Maluku harus memastikan dapat memperoleh manfaat yang setimpal dari Blok Masela. Maluku juga harus mempersiapkan diri karena akan menghadapi pertemuan teknologi barat, Jepang dan berbagai negara dalam hal pengelolaan sumber gas di Masela sebagai ujung tombak perekonomian,” ujarnya. Engelina Lulusan Universitas Bremen Jerman ini mengatakan, awal abad 21, sekitar 90 persen zona kepulauan Maluku dengan luas 850.000 kilometer persegi, terdiri dari laut. Kepulauan Maluku sangat kaya keragaman hayati, ikan, emas, minyak, gas dan mineral strategis lainnya. Resikonya yakni selama 400 tahun terakhir, zona-zona kaya sumber alam sering terjebak konflik dan kemiskinan atau the paradox of plenty. Sebanyak 15 blok Minyak dan Gas (Migas) dikelola oleh investor asing di Maluku, sedangkan 10 blok lainnya masih ditawarkan ke para investor. “Namun menurut Biro Pusat Statistik (BPS) Maluku tahun 2015, provinsi Maluku yang berpenduduk 1,6 juta jiwa, 18,84 persen atau sekitar 307.000 jiwa adalah penduduk miskin dan menempati urutan ke-4 setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” ungkapnya. Engelina berpendapat, Maluku dapat keluar dari jebakan paradox of plenty, resiko konflik dan kemiskinan dengan menerapkan model triple-helix dalam program kebijakan pembangunan berkelanjutan (triple-bottom-line). “Misalnya, level partisipasi masyarakat Maluku dan sekitarnya sangat bergantung pada pilihan zona dan teknologi ekstraksi sumber-sumber alam seperti 25 blok migas Maluku. Jika pilihan zona dan teknologinya berbasis di darat (onshore), maka partisipasi masyarakat akan lebih tinggi,” tandasnya. Engelina katakan, hal ini harus dimanfaatkan oleh perguruan tinggi dengan menyiapkan sumber daya manusia diberbagai sektor, untuk mengisi pengembangan industri turunan dari hasil produksi lapangan gas abadi tersebut. “Industri turunan dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha kecil lain, sehingga perekonomian di wilayah dapat berkembang, termasuk sektor pariwisata maupun perhubungan. Dengan demikian, peran perguruan tinggi dan tenaga guru sangat dibutuhkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten untuk mendorong pemanfaatan industri hilir,” tegasnya. Engelina mencontohkan, jelang akhir abad 20, Deng Xiaoping asal Tiongkok diakui sebagai arsitek pertumbuhan ekonomi paling cepat dalam sejarah umat manusia, mampu meningkatkan standar hidup rakyat lebih dari satu miliar jiwa. Tahun 1978-1984, Dengan merilis strategi kebijakan gaige kaifang (reformasi dan keterbukaan) guna menguji dan memperkaya ideologi, memacu agrikultur, dan ekonomi-pasar sosialis Tiongkok. “Strateginya ialah shí shì qiú shì atau “seek truth from facts”. “I don't care if it's a white cat or a black cat. It's a good cat so long as it catches mice!” Tidak penting, kucingnya hitam atau putih, sejauh dapat menangkap tikus. Pidato Deng itu adalah opsi taktis Tiongkok dengan 200 ribu peneliti hendak mengejar ketertinggalan sekitar 20 tahun dari AS dengan jumlah 1,2 juta peneliti dan Uni Soviet dengan 900 ribu peneliti pada tahun 1977,” bebernya. Sehingga kunci modernisasi lanjut Engelina, adalah kemajuan sains, teknologi dan pendidikan. Jika mengabaikan pendidikan, maka akan gagal memajukan sains dan teknologi. Namun Engelina mengingatkan, agar pentingnya Maluku untuk membuka diri dengan tetap mempertahankan budayanya. “Apalagi lanjutnya, saat ini terjadi pergeseran peran Perguruan Tinggi dari primer-tradisional sebagai penyedia jasa pendidikan dan pencipta pengetahuan ilmiah ke sinergi peran tradisional-komersial, melalui kemitraan dengan sektor swasta dan pemerintah (triple-helix-nexus) pada level ekonomi-lingkungan daerah, nasional dan kawasan,” jelasnya. Engelina menambahkan, wujud dari perubahan peran itu, antara lain melahirkan, apa yang dikenal dengan desain smart-cities atau Silicon Valey dan model entrepreneurial universities di berbagai kota metropolis dunia awal abad 21.
Ambon, Maukupost.com - Provinsi Maluku yang memiliki sumber daya alam berupa migas dan hasil laut yang melimpah tidak dapat keluar dari peringkat ke-4 termiskin di Indonesia, apabila hanya mengandalkan anggaran pendapatan belanja nasional (APBN) dari pemerintah pusat. Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Archipelago Solidarity Fondation (ARSO), Dipl Oek Engelina Pattiasina saat didaulat memberikan kuliah umum di Fakultas Pendidikan MIPA, Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, di Ambon, Selasa (1/11), tentang ” Maluku Pilihan Kemitraan Strategis”.

Kuliah umum yang digelar di aula Rektorat lantai 2 Kampus Unpatti ini dihadiri Pembantu Rektor I Dr. Muhamad Riyad Uluputty,MP, Dekan Fakultas MIPA, Prof.Dr.Threse Laurens,S.Pd.M.Pd, Ketua Jurusan MIPA, Dr. Anderson L. Palinussa,S.Pd,M.Pd, serta staf pengajar dan sekitar 600 mahasiswa dari berbagai jurusan dan program studi.

Selain Engelina, salah satu dosen Unpatti lainnya, Dr. M. Nur Matdoan, M.Pd, juga memaparkan tentang “Pembelajaran Sains Berbasis Kepulauan. Kuliah umum ini berlangsung menarik, dipandu moderator Stevi Melay,S.Pd.M.Si.

Menurut Enggelina, besarnya anggaran yang didasarkan pada luas wilayah dan jumlah penduduk, dirasakan sangat tidak adil bagi Maluku, yang memiliki luas laut lebih besar dibandingkan daratan. Potret Kemiskinan dan rendahnya kualitas pendidikan di Maluku, hanya bisa diatasi lewat dorongan pemanfaatan Blok Gas Abadi Masela dan blok Migas lainnya, yang sudah pasti dapat menjadi sumber pemasukan bagi negara dan juga bagi Maluku.

“Untuk itu, Maluku harus memastikan dapat memperoleh manfaat yang setimpal dari Blok Masela. Maluku juga harus mempersiapkan diri karena akan menghadapi pertemuan teknologi barat, Jepang dan berbagai negara dalam hal pengelolaan sumber gas di Masela sebagai ujung tombak perekonomian,” ujarnya.

Engelina Lulusan Universitas Bremen Jerman ini mengatakan, awal abad 21, sekitar 90 persen zona kepulauan Maluku dengan luas 850.000 kilometer persegi, terdiri dari laut. Kepulauan Maluku sangat kaya keragaman hayati, ikan, emas, minyak, gas dan mineral strategis lainnya. Resikonya yakni selama 400 tahun terakhir, zona-zona kaya sumber alam sering terjebak konflik dan kemiskinan atau the paradox of plenty. Sebanyak 15 blok Minyak dan Gas (Migas) dikelola oleh investor asing di Maluku, sedangkan 10 blok lainnya masih ditawarkan ke para investor.

“Namun menurut Biro Pusat Statistik (BPS) Maluku tahun 2015, provinsi Maluku yang berpenduduk 1,6 juta jiwa, 18,84 persen atau sekitar 307.000 jiwa adalah penduduk miskin dan menempati urutan ke-4 setelah Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur (NTT),” ungkapnya.

Engelina berpendapat, Maluku dapat keluar dari jebakan paradox of plenty, resiko konflik dan kemiskinan dengan menerapkan model triple-helix dalam program kebijakan pembangunan berkelanjutan (triple-bottom-line).

“Misalnya, level partisipasi masyarakat Maluku dan sekitarnya sangat bergantung pada pilihan zona dan teknologi ekstraksi sumber-sumber alam seperti 25 blok migas Maluku. Jika pilihan zona dan teknologinya berbasis di darat (onshore), maka partisipasi masyarakat akan lebih tinggi,” tandasnya.

Engelina katakan, hal ini harus dimanfaatkan oleh perguruan tinggi dengan menyiapkan sumber daya manusia diberbagai sektor, untuk mengisi pengembangan industri turunan dari hasil produksi lapangan gas abadi tersebut.

“Industri turunan dapat menciptakan lapangan kerja dan usaha kecil lain, sehingga perekonomian di wilayah dapat berkembang, termasuk sektor pariwisata maupun perhubungan. Dengan demikian, peran perguruan tinggi dan tenaga guru sangat dibutuhkan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten untuk mendorong pemanfaatan industri hilir,” tegasnya.

Engelina mencontohkan, jelang akhir abad 20, Deng Xiaoping asal Tiongkok diakui sebagai arsitek pertumbuhan ekonomi paling cepat dalam sejarah umat manusia, mampu meningkatkan standar hidup rakyat lebih dari satu miliar jiwa. Tahun 1978-1984, Dengan merilis strategi kebijakan gaige kaifang (reformasi dan keterbukaan) guna menguji dan memperkaya ideologi, memacu agrikultur, dan ekonomi-pasar sosialis Tiongkok.

“Strateginya ialah shí shì qiú shì atau “seek truth from facts”. “I don't care if it's a white cat or a black cat. It's a good cat so long as it catches mice!” Tidak penting, kucingnya hitam atau putih, sejauh dapat menangkap tikus. Pidato Deng itu adalah opsi taktis Tiongkok dengan 200 ribu peneliti hendak mengejar ketertinggalan sekitar 20 tahun dari AS dengan jumlah 1,2 juta peneliti dan Uni Soviet dengan 900 ribu peneliti pada tahun 1977,” bebernya.

Sehingga kunci modernisasi lanjut Engelina, adalah kemajuan sains, teknologi dan pendidikan. Jika mengabaikan pendidikan, maka akan gagal memajukan sains dan teknologi. Namun Engelina mengingatkan, agar pentingnya Maluku untuk membuka diri dengan tetap mempertahankan budayanya.

“Apalagi lanjutnya, saat ini terjadi pergeseran peran Perguruan Tinggi dari primer-tradisional sebagai penyedia jasa pendidikan dan pencipta pengetahuan ilmiah ke sinergi peran tradisional-komersial, melalui kemitraan dengan sektor swasta dan pemerintah (triple-helix-nexus) pada level ekonomi-lingkungan daerah, nasional dan kawasan,” jelasnya.

Engelina menambahkan, wujud dari perubahan peran itu, antara lain melahirkan, apa yang dikenal dengan desain smart-cities atau Silicon Valey dan model entrepreneurial universities di berbagai kota metropolis dunia awal abad 21.

Dirinya juga berharap, Unpatti dan universitas lainnya di Maluku dapat berfungsi sebagai motor penggerak dan partner pemerintah untuk mengawal pengelolaan 25 blok migas yang ada.

“Lembaga riset juga diharapkan mampu untuk melahirkan reformasi pendidikan, guna meningkatkan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga outputnya, dapat digunakan sebagai solusi dalam menghadapi masalah pendidikan di Maluku,” pungkasnya.

Sedangkan Pembantu Rektor I Dr. Muhamad Riyad Uluputty,MP, juga menyampaikan tentang kendala wilayah kepulauan dan jarak antar pulau, yang mempengaruhi kualitas pendidikan.

“Tanpa anggaran pendidikan yang lebih, sangat sulit untuk mengejar ketertinggalan dari provinsi lain,” kata Uluputty.

Sementara itu, Dr. M. Nur Matdoan, M.Pd dihadapan mahasiswa memaparkan tentang kekayaan laut Maluku, yang menyimpan potensi hayati serta pentingnya pembelajaran sains bagi daerah pesisir di Maluku. (**/MP-1)


Sobat baru saja selesai membaca :

Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan

Cepot rasa sudah cukup pembahasan tentang Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan dikesempatan ini, moga saja dapat menambah informasi serta wawasan Sobat semuanya. Wookey, kita ketemu lagi di artikel berikutnya ya?.

Telah selesai dibaca: Maluku Jangan Harapkan APBN Bila Ingin Keluar dari Kemiskinan link yang gunakan: https://cepotpost.blogspot.com/2016/11/maluku-jangan-harapkan-apbn-bila-ingin.html

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :